Jumat, 28 Februari 2020

DAKWAH AKULTURASI DARI SANG PEMIMPIN WALISONGO






IDENTITAS PENULIS :
1.      KETUA                       : M. TAUFIKURRAHMAN SALEH                                                              (1810710105)
2.      SEKERTARIS             : IKA KHAIRUN NISYAK                                                                             (1810710099)
3.      MODERATOR            : AULYA ZAHARA                                                                                        (1810710113)
4.      ANGGOTA                 : M. SYAFI’UL UMAM                                                                                  (1810710096)
INSTITUSI ASAL :
                        INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
                                    aulyaz32@gmail.com
                                    Ikakhairun123@gmail.com
                                    afitheyoung@gmail.com
ABSTRAK
Sunan Kalijogo adalah seorang wali yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, beliau merupakan seorang tokoh walisongo yang sangat lekat dengan muslim di pulau Jawa. Karena  Beliau menggunakan cara berdakwah dengan menggabungkan pengaruh Islam kedalam tradisi Jawa yaitu, yang mudah diterima oleh masyarakat Jawa yang masih kental dengan kepercayaan agama lama. Beliau menggunakan media wayang kulit untuk mengislamkan banyak orang di pulau Jawa.
            Selain wayang kulit banyak peninggalan dari Sunan Kalijogo yang begitu unik. Misalnya Masjid Agung Demak, Gentong Barokah yang berada di samping makam, Sumur Abadi yang berada di masjid makam Sunan Kalijogo, macam-macam pusaka yang jumlahnya ada tiga, dan tradisi-tradisi peninggalannya yang sangat terkenal yang masih di lestarikan oleh masyarakat Demak. Salah satu tradisinya yang terkenal adalah penjamasan dan sebelum penjamasan terdapat tradisi ancakan. Dan penjamasan dilakukan oleh 7 orang dari keturunan Sunan Kalijogo. Sedangkan tradisi ancakan di lakukan oleh semua masyarakat Kadilangu dan sekitarnya. Selain itu terdapat tradisi lainnya yang cukup terkenal dan menjadi ciri khas seperti, tradisi tebah, buka luwur, dan megengan.

ABSTRACT
 Sunan Kalijogo is a guardian who spread Islam in Java, he is a figure of Walisongo who is very attached to Muslims on the island of Java. Because he uses the method of preaching by combining the influence of Islam into the Javanese tradition, which is easily accepted by the Javanese people who are still thick with old religious beliefs. He used the wayang kulit media to Islamize many people on the island of Java.
Besides the shadow puppets, there are many relics from Sunan Kalijaga that are so unique. For example, the Great Mosque of Demak, a well-lit barrel located next to the tomb, the eternal well is in the sunan kalijaga tomb mosque, there are three kinds of heirlooms and very well-known heritage traditions which are still preserved by the Demak community. One of his famous traditions is guaranteeing which is followed by the tradition of threat. And the packaging is carried out by 7 people from the Sunan Kalijaga lineage. While the threat tradition is carried out by all the people of Kadilangu and its surroundings. In addition to the tradition there are other traditions that are quite well-known and become distinctive feature such as the tradition of tebah, luwur opens, and megengan.
Keywords : sunan kalijogo, islam, jawa, penjamasan, tradisi
A.    PENDAHULUAN
1.      LATAR BELAKANG
            Wali adalah sekelompok manusia pilihan Allah SWT, yang diberi perintah untuk membawa umat manusia ke jalan yang benar dan diridhoi oleh Allah SWT. Adapun disebut walisongo, karena wali yang terkenal dalam penyebaran agama islam terutama ditanah Jawa yang berjumlah sembilan orang. Oleh sebab itu, kami menyusun makalah ini dengan maksud agar kami mendapat gambaran tentangnya dan waliyullah di Jawa. Baik silsilahnya, cara menyebarkan agama Islam ditanah Jawa dan Indonesia khususnya di kabupaten Demak pada umumnya.
            Di kabupaten Demak kecamatan Kadilangu terdapat seorang walisongo yaitu Sunan Kalijogo yang bernama Raden Syahid  putra dari Tumenggung Wilatekto , bupati Tuban. Beliau lahir di Tuban pada tahun 1455 M. Beliau menikah dengan Dewi Maisyaroh dan Dewi Arofah Ratna Dumilah. Sunan Kalijogo adalah seorang wali  yang berjiwa besar, seorang pemimpin, mubalik, pujangga dan filosofi. Sunan Kalijogo juga seorang wali yang kritis, banyak toleransi dalam pergaulannya dan berpandangan jauh serta berperasaan halus. Semasa hidupnya, Sunan Kalijogo terhitung seorang wali yang ternama serta disegani. Beliau terkenal seorang pujangga yang berinisiatif mengarang cerita – cerita wayang yang disesuaikan ajaran islam. Dalam cerita – cerita wayang itu dimasukkan sebanyak mungkin unsur – unsur keislaman, hal ini dilakukan karena pertimbangan bahwa masyarakat di Jawa pada waktu itu masih tebal kepercayaannya terhadap Hinduisme dan Budhisme. Di antaranya masih suka kepada pertunjukkan wayang, gamelan, dan beberapa cabang kesenian lainnya. Sebab – sebab inilah yang mendorong Sunan Kalijogo sebagai salah seorang mubaligh untuk memeras otak, mengatur siasat yaitu menempuh jalan mengawinkan adat istiadat lama dengan ajaran – ajaran islam asimilasi kebudayaan.
            Namun seiring dengan berkembangnya zaman dan masuknya budaya barat, masyarakat hanya sedikit yang mengetahui tentang penyebaran agama yang berbeda dengan sunan – sunan lainnya di pulau Jawa.

2.      RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana silsilah dari Sunan Kalijogo?
2.      Bagaimana masuknya Sunan Kalijogo menjadi Walisongo?
3.      Metode apa yang dilakukan oleh Sunan Kalijogo?
4.      Apa saja karya dan peninggalan dari Sunan Kalijogo?
5.      Apa saja tradisi dari Sunan Kalijogo?

3.      METODE PENELITIAN
1.      Wawancara
2.      Buku
3.      internet








B.     PEMBAHASAN
1.      Biografi / Silsilah
Sunan Kalijogo adalah seorang walisongo yang lahir di Tuban pada tahun 1455 M. Pada tahun 1532 M beliau berdomisili di Demak (Kadilangu). Kemudian pada tahun 1534 M beliau mendirikan langgar dengan santri – santrinya. Dan beliau wafat pada tahun 1586 M. Masa kehidupan beliau mencapai lebih dari 100 tahun, yaitu mencapai 131 tahun. Dengan demikian beliau mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478),  kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon, dan Banten, bahkan juga kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati.
Beliau ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang masjid adalah kreasi dari Sunan Kalijogo. (Prayitno Prawiro Kusumo, 83 Tahun)
Nama lain Sunan Kalijogo antara lain Raden Syahid, Pangeran Tuban, dan Lukojoyo. Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijogo berasal dari desa Kalijogo di Cirebon. Pernyataan ini masih menjadi misteri dan bahan silang pendapat di antara para pakar sejarah hingga hari ini. Masyarkat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijogo di Cirebon. Sunan Kalijogo memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Ini dihubungkan dengan orang Cirebon untuk menggelari seseorang dengan daerah asalnya, seperti gelar Sunan Gunung Jati untuk Syekh Syarif Hidayatullah karena beliau tinggal di kaki Gunung Jati. Fakta menunjukkan bahwa ternyata tidak ada ‘kali’ di sekitar dusun Kalijogo sebagai ciri khas dari dusun itu. Padahal tempat – tempat di Jawa umumnya dinamai dengan sesuatu yang menjadi ciri khas tempat itu. Misalnya nama Cirebon yang disebabkan banyaknya rebon (udang) atau nama Pekalongan karena banyaknya hewan kalong (kelelawar). Logikanya nama ‘dusun Kalijogo itu justru muncul setelah Sunan Kalijogo sendiri tinggal di dusun itu. Karena itu, klaim masyarakat Cirebon ini kurang dapat diterima. Pada saat Sunan Kalijogo berdiam di sana, beliau sering berendam di sungai (kali) atau jaga kali. (Achmad Chodjim, 2013: 371)
Sunan Kalijogo adalah putra kandung bupati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatekto dan Dewi Sukati, putri dari Browijoyo Majapahit V. sehingga data sejarah tersebut dapat disusun sebagai silsilah genealogis, sebagai berikut:(Prayitno Prawiro Kusumo, 83 Tahun)

PETA SILSILAH RADEN SYAHID (SUNAN KALIJOGO)

Nabi Muhammad SAW.


Sayyidah Fatimah Az-Zahra


 


    Al-Husain

                                                Ali Zainal Abidin

Muhammad Al-Baqi

Ja’far Shodiq

Ali al-Uraidhi

    Muhammad

                                                           Isa

Ahmad al-Muhajir

Ubaidillah

Alwi

Muhammad

Alwi

Ali KhalI’ Qasam

Muhammad Shahib Marbath

Alwi Ammil Faqih

Abdul Malik Azmatkhan

Abdullah

Ahmad Jalaluddin

Ali Nurudddin
 

Maulana Mansyur

Tumenggung Wilotekto

Sunan Kalijogo
Sunan Kalijogo mempunyai 2 istri, yang pertama Dewi Maisyaroh dan mempunyai putra bernama Raden Umar Said (Sunan Muria). Istri yang kedua adalah Dewi Arofah Retnodumilah dari Cirebon dan memiliki lima putra, yaitu Panembahan Hadi, Pembayun, Dewi Panenggak , Panembahan Abdul Rahman, dan Nyai Ageng Ngerang. (Prayitno Prawiro Kusumo, 83 Tahun)

2.      PROSES MASUKNYA SUNAN KALIJOGO  MENJADI WALISONGO
 Menurut info dari narasumber atau juru kunci, sebelum menjadi seorang Walisongo Raden Syahid adalah seorang perampok yang selalu mengambil hasil bumi digudang penyimpanan hasil bumi dikerajaannya, merampok orang-orang yang kaya. Hasil curiannya, dan rampokannya itu akan ia bagikan kepada orang-orang yang miskin. Suatu hari, saat Raden Syahid berada dihutan, ia melihat seorang kakek tua yang bertongkat. Orang itu adalah Sunan Bonang. Karena tongkat itu dilihat seperti tongkat emas, ia merampas tongkat itu. Katanya, hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang yang miskin. Tetapi sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu. Ia menasehati Raden Syahid bahwa Allah SWT tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu, Sunan Bonang menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Syahid ingin mendapatkan harta tanpa berusaha, maka ambilah buah aren yang ditunjukan oleh Sunan Bonang. Karena itu, Raden Syahid ingin menjadi murid Sunan Bonang. Raden Syahid lalu menyusul Sunan Bonang ke sungai. Raden Syahid berkata ingin menjadi muridnya. Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Syahid untuk bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai. Raden Syahid todak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden Syahid lalu melaksanakan perintah tersebut. Karena itu, ia menjadi tertidur dalam waktu lama. Karena lamanya ia tertidur tanpa disadari akar dan rerumputan telah menutupi dirinya. Tiga tahun kemudian Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Syahid. Karena ia telah menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke sungai, maka Raden Syahid diganti namanya menjadi Sunan Kalijogo. (Achmad Chodjim, 2013:375)
Kedudukannya sebagai seorang wali menurut babad majapahit dan para wali beliau dianggap sebagai ketua oleh para wali di Jawa pada masa itu. Dengan demikian, dengan penetapan sebagai wali itu sesuai dengan ramalan semula semenjak Sunan Bonang diutus oleh ayahnya yaitu Sunan Ampel Denta untuk mencari dan mempertobatkan Sunan Kalijogo sebagai upaya mempercepat proses kearah kedudukannya sebagai wali.
Sebagaimana pengertian waliyullah adalah “kekasih allah”. Oleh karena itu, sebagaimana lazimnya para wali, Sunan Kalijogo memiliki karomah pemberian dari Allah berupa keunggulan lahir dan batin yang tidak bisa dimiliki oleh sembarang orang. Disamping itu sebagai tanda kewalian, ia bergelar “sunan” sebagaimana wali-wali yang lain. Menurut salah satu penafsiran, kata “sunnat” yang berarti tingkah laku, adat kebiasaan. Adapun tingkah laku yang dimaksud adalah yang serba baik, sopan santun, berbudi luhur, hidup yang serba kebajikan menurut tuntunan agama islam. Oleh karena itu, seorang sunan akan senantiasa menampilkan perilaku yang serba berkebajiakan sesuai dengan tugas mereka yaitu berdakwah, beramar ma’ruf nahi munkar, memerintah atau mengajak kearah kebaikan dan melarang perbuatan munkar.
            Peran Sunan Kalijogo dalam berdakwah tampak dalam berbagai kegiatan, baik kegiatan agama secara langsung ataupun dalam pemerintahan serta kegiatan seni dan budaya pada umumnya, diantara kasus kegiatan yang berkenaan dengan keagamaan, sebagaimana banyak disebut dalam naskah babad, adalah kegiatan Sunan  Kalijogo bersama wali-wali yang lain dalam mendirikan Masjid Agung Demak. Sudah jelas bahwa fungsi masjid disamping menjadi sarana peribadatan juga dipakai sebagai pusat kegiatan dakwah ketika itu, sehingga perlu adanya sebuah masjid pada waktu itu. (https://www.google.com )



3.      METODE PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI KADILANGU
            Pada awalnya Sunan Kalijogo tidak memaksa masyarakat di sekitar Kadilangu untuk memeluk agama islam.  Dalam peranannya menyebarkan dakwah di Jawa, Sunan Kalijogo dikenal sebagai seorang seniman, budayawan, filsuf, dan waliyullah. Dalam menyebarkan dakwah beliau sangat luwes dalam memasukkan nilai – nilai islam ke dalam budaya Jawa. Kemudian beliau menggunakan metode dengan tidak menggunkan kekerasan, namun beliau menggunakan cara yang amat lunak untuk mengambil hati masyarakat Jawa pada saat itu. Beliau berdakwah tidak hanya sebatas di atas mimbar, namun beliau juga berdakwah melalui tradisi, kesenian maupun budaya. Yang melalui kesenian  yaitu dengan menggunakan wayang kulit, meskipun tradisi wayang pada mulannya bukan berasal dari islam, namun Sunan Kalijogo memodifikasinya dengan cerita berbau islam seperti gending – gending Jawa Sunan Kalijogo menggunakan taktik yaitu beliau membuat acara pertunjukan wayang, karena ketertarikan orang jawa akan tradisi wayang maka secara otomatis akan banyak orang yang dating ke pertunjukan wayang tersebut dan Sunan Kalijogo berencana untuk menjadikan syahadat sebagai tiket untuk menonton pertunjukan wayang tersebut dan akhirnya ada banyak orang jawa yang masuk islam berkat pertujnukan wayang kulit.
 Selain itu lagu – lagu  Jawa (tembang dolanan) seperti lir – ilir yang masih kita kenal sampai sekarang. Selain menciptakan lagu lir – ilir, Sunan Kalijogo merupakan pencipta pertama bedug yang digunakan untuk memanggil umat muslim untuk segera melaksanakan sholat. Beliau juga orang pertama kali yang mengadakan Grebek Maulid di Demak dalam menyambut kelahiran Rasulullah SAW. (Prayitno Prawiro Kusumo, 83 Tahun)

LIRIK LAGU (TEMBANG DOLANAN) LIR – ILIR
Lir ilir, lir ilir
Tandure wis sumilir
Tak ijo royo – royo
Tak sembodo manten anyar
Cah angon, cah angon
Penekno blimbing kuwi
Lunyu – lunyu yo penekno kanggo basuh dodotiro
Dodotiro 2x kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung padang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Yo surako
Surakio
Makna lagu dari lir – ilir
Adalah sebagai umat islam kita harus sadar, kemdian bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat   malas, dan lebih mempertebal keimanan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Diri kita digambarkan dengan tanaman yang hijau dan mulai bersemi pada awalnya, tergantung kita mau bermalas – malasan dan membiarkan iman kita mati atau bangun dan berusaha untuk membunuh tanaman (iman) hingga besar dan mendapatkan kebahagiaan di musim panen seperti kebahgiaan sepasang pengantin baru.

Kemudian disebut juga Cah Angon (anak gembala), maksutnya adalah seseorang yang mampu menjadi iman, seorang yang bisa “mengembalakan” makmumnya ke jalan yang telah ditetapkan Allah, yang di gembalakan di sini adalah hati, bagaimana kita bisa menjaga hati kita agar tidak terbawa hawa nafsu, kemudian si anak gembala diminta untuk memanjat pohon belimbing dan buahnya mempunyai lima sisi  berbentuk bintang yang merupakan gambaran dari rukun islam.
Si anak gembala harus memanjat pohon belimbing meski sulit dan licin, jadi sekuat hati kita harus melaksanakan rukun islam tersebut meski sulit dan berat. Si anak gembala memanjat pohon belimbing juga untuk mencuci pakaiannya (iman). Untuk itu iman kita harus terus bersih dan diperbaiki. Kita juga diharapkan melakukan hal – hal diatas ketika masih sehat (dilambangkan dengan terangnya bulan). ( https://www.google.com )
4.      KARYA DAN PENINGGALAN DARI  SUNAN KALIJOGO
Membuat saka tatal di Masjid Agung Demak yang jumlahnya ada empat. soko yang pertama dibuat oleh Sunan Ampel (Surabaya, Jawa Timur).  Soko yang kedua dibuat oleh Sunan Gunung Jati (Cirebon, Jawa Barat). soko yang ketiga dibuat oleh Sunan Bonang (Tuban, Jawa Timur), dan soko yang terakhir dibuat oleh Sunan Kalijogo (kadilangu, Demak, Jawa Tengah).
1.      Makam Sunan Kalijogo
Makam ini terletak di Kadilangu, Demak.
2.      Masjid Agung Demak
Masjid ini terletak di belakang alun – alun kota Demak. Di dalam masjid terdapat 4  buah saka yang masing-masing dibangu oleh sunan yang berbeda-beda
1.      Oleh Sunan Ampel dari Surabaya
2.      Oleh Sunan Gunung Jati dari Cirebon
3.      Oleh Sunan Bonang dari Tuban
4.      Oleh Sunan Kalijogo dari Demak
3.      Sumur Abadi
Sumur tersebut dulunya adalah bekas padasan (tempat wudhu). Sumur tersebut dibuat oleh anak cucunya pada tahun 420 M. lokasinya berada disekitar Masjid dekat makam Sunan Kalijogo.
4.      Air Gentong Barokah (Toyo Barokah)
Air tersebut berasal dari sumur abadi yang letaknya berada di dekat makam Sunan Kalijogo. Dan setelah ziarah biasanya peziarah meminum air dari gentong barokah tersebut agar mendapat barokah.
5.      Pusaka  
jumlah pusakanya ada 3, yaitu Baju Kyai Kotang Ontokusumo, Keris Kyai Crubok, dan yang terakhir Keris Kyai Sirian. Ketiga pusaka tersebut sekarang terletak di atas makam Sunan Kalijogo.
6.      Sawah
Sawah tersebut berada di sekitar daerah Kadilangu.
7.      Museum
Museum ini terletak di samping Masjid Agung Demak. Di museum tersebut terdapat beberapa peninggalan dari Sunan Kalijogo.
8.      Anak cucunya
Anak cucunya sampai saat ini berjumlah 18 orang. Dan semuanya masih tetap melestarikan budaya peninggalan dari sunan kalijogo. (Prayitno Prawiro Kusumo, 83 Tahun)
5.      TRADISI PENINGGALAN SUNAN KALIJAGA
a.)    TRADISI PENJAMASAN
 Salah satu tradisi peninggalan Sunan Kalijogo yang paling terkenal adalah penjamasan merupakan tradisi pencucian pusaka  milik Sunan Kalijogo yang dilakukan pada tanggal 10 dzulhijjah atau bertepatan dengan perayaan Idul Adha. Istilah penjamasan berasal dari kata jamas yang berarti membasuh atau mencuci. Sedangkan pusaka dapat didefinisikan  dengan “benda-benda magis atau sakral yang berupa pusaka, harta peninggalan, petilasan, makam, leluhur. Dalam penjamasan Sunan Kalijogo kata pusaka mengacu pada tiga pusaka peninggalan Sunan Kalijogo, yaitu:
1.      Baju Kyai Kotang Ontokusumo
2.      Keris Kyai Crubok
3.      Keris kyai Sirian 
(Prayitno Prawiro Kusumo, 83 Tahun)

Penjamasan pusaka itu sendiri merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh keturunannya yang berjumlah 7 orang laki-laki dan dipimpin oleh seorang panembahan  untuk mencuci tiga pusaka peninggalan Sunan Kalijogo. Menurut cerita dari narasumber atau juru kunci Sunan Kalijogo , penjamasan pusaka ini didasarkan pada wasiat Sunan Kalijogo yang sesaat sebelum meninggal berpesan agemanku, besok yen aku wes dikeparengake sowan ingkang kuwaos, selehno neng duwor peturonku. Kejobo kui sak wise aku kukut, agemanku jamasono artinya setelah saya dipanggil tuhan yang maha kuasa, letakkan “ageman” ku diatas tempat tidurku. Selain itu basuhlah “ageman” ku. Meskipun Sunan Kalijogo tidak secara tegas menyebut apa yang dimaksud dengan “ageman” dalam wasiatnya, anak cucunya menafsirkan kata tersebut dengan ketiga pusaka peninggalan Sunan Kalijogo.   ( https://www.google.com )
 Sepeninggal Sunan Kalijogo, ketiga benda pusaka tersebut disimpan oleh keturunan dan dijamah setiap tahun. Menurut narasumber, prosesi diselenggarakan setiap tahun oleh keturunan Sunan Kalijogo.
Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum proses penjamasan diantaranya:
1.      Minyak kelapa (klenthek)
2.      Minyak cendana
3.      Minyak melati
4.      Minyak kenanga
5.      Bunga setaman, terdiri dari 5 macam bunga antara lain: bunga mawar merah, mawar putih, kantil, kenanga, melati
6.      Blimbing wuluh atau jeruk nipis
7.      Kain mori
8.      Dupo atau kemenyan
9.      Tikar dan sikat gigi yang  baru
10.  Nampan
(Prayitno Prawiro Kusumo, 83 Tahun)
Persiapan pertama :
Gelarlah tikar dilantai. Siapkan segala macam ugorampe yang diperlukan : minyak wangi, sikat gigi dan lain-lain. Kemudian bunga setaman ditaruh didalam nampan yang sudah diisi air secukupnya. Letakkan nampan yang telah berisi kembang setaman tersebut diatas tikar. Gelarlah kain mori disebelahnya, nanti digunakan untuk meletakkan pusaka sehabis dicuci dengan air kembang setaman. Nyalakan dupo atau kemenyan, cukup pilih salah satu saja. Karena bau kemenyan sangat menyengat jika dirasa akan mengganggu lingkungan sekitar anda tidak perlu dibakarnya, cukup masukan saja bersama kembang setaman didalam baki atau nampan berisi air. Dengan begitu anda cukup membakar dupa saja. Selanjutnya letakkan pusaka diatas kain mori yang sudah digelar.
 Langkah berikutnya :
Pertama menggunakan pakaian yang menyerupai Sunan Kalijogo seperti pakaian adat Jawa beserta blangkon dengan warna serba hitam. Kemudian jaga sikap sopan dan santun. Tak boleh slengekan atau sambil bercanda.  Libatkan perasaan batin. Untuk mencapainya, lakukan dengan ketulusan, dan dengan pemahaman yang tepat akan arti dan tujuan penjamasan benda-benda pusaka. Untuk mendukung pelibatan perasaan batin ini, pertama-tama lakukan dahulu penyelarasan antara kesadaran batin anda dengan nilai benda pusaka. Caranya, lakukan penghormatan, seperti prajurit menghormati pada komandan. Atau anak menghormati kepada orang tua. Dalam hal ini anda dapat melakukan sungkem atau “nyembah” yakni kedua telapak tangan menyatu, kemudian ditempelkan ke dada. Saat melakukan sungkem letakkan benda pusaka dihadapan anda. Cara lain sembah sungkem, benda pusaka anda dipegang tangan kanan kemudian letakkan di jidad tepatnya diatas pangkal hidung anda. Semakin anda menghormati dan menghargai pusaka atau si pembuat pusaka atau para pendahulu yang mewariskan pusaka, sembah sungkem sebaiknya diposisikan lebih tinggi lagi misalnya dibawah dagu, atau didepan mulut hingga diatas pangkal hidung anda. ”nyembah”  jangan diartikan sama dengan menyembah Tuhan, dalam kamus Jawa menyembah berarti menghormati atau memberi sikap penghormatan, selayaknya prajurit menempelkan ujung tangannya di kening untuk nyembah komandannya. Penting untuk diketahui apabila anda mengetahui apa nama benda pusaka yanga akan dijamasi, sebutkan namanya. Nama diucapkan pada saat anda melakukan sembah sungkem. Adapun ucapannya kurang lebih sebagai berikut :
punten dalem sewu…………(sebut namanya) kepareng kulo badhe jamasi pusoko. Suci laher kelawan suci batin, manunggal jagat alit kelawan jagat ageng, saking kersaning gusti
Jika tidak tahu namanya, titik-titik diatas tidak perlu diisi nama. Cukup melakukan “sembah sungkem “ kemudian pusaka dikeluarkan dari sarung secara perlahan dan hati-hati.
Setelah sembah sungkem dilakukan, khususnya untuk pusaka yang ada disarungnya, cabutlah pusaka dari dalam sarungnya pelan-pelan supaya tidak ada kerusakan sedikitpun. Cara mencabut bisa diposisikan horizontal dihadapan dada anda, atau diatas pangkuana anda dengan cara ditarik kesamping kiri dan kanan. Atau bisa juga diposisikan vertikal dihadapan wajah anda. Kemudian tangkai dicabut perlahan ke arah hingga keluar semua. Selanjutnya masukkan “curigo” atau benda pusaka ke dalam nampan yang sudah berisi kembang setaman. Basahi dengan air dan kembang ke seluruh permukaan benda pusaka.  Bersihkan kotoran, debu yang melekat, dan sebagainya dengan tangan anda perlahan dan hati – hati agar tidak terluka. Atau bisa menggunakan sikat gigi yang masih baru untuk menyikat permukaan benda pusaka. Jangan sekali – sekali menggunakan alat yang berupa kikir besi, rempelas, untuk menghilangkan karat karena akan merusak bahkan merubah bentuk aslinya. Untuk membersihkan karat cukup menggunakan belimbing wuluh atau jeruk nipis. Caranya belahlah jeruk nipis atau belimbing wuluh, gunakanlah untuk menggosok permukaan benda pusaka. Fungsi keduanya adalah air perasan jeruk nipis atau belimbing wuluh mudah melarutkan karat. Jika dirasa sudah bersih dari kotoran dan karat, bilas atau cuci kembali dengan air bunga setaman. Setelah itu keringkan dengan menggunakan lap kain mori. Fungsi dari belimbing wuluh atau jeruk nipis sebagai pengganti warangan. Apabila anda ingin menggunakan warangan hendaknya jangan kontak langsung dengan jari tangan karena warangan merupakan sejenis racun arsenic yang berbahaya jika tertelan.
            Setelah cukup kering, pelan – pelan mulai oleskan minyak wangi yang telah anda siapkan ke seluruh permukaan benda pusaka. Tidak perlu menggunakan kain atau kapas. Cukup menggunakan jemari tangan anda, hanya saja berhati – hati agar jari tangan tidak  tergores oleh permukaan benda pusaka. Oleskan minyak dengan penuh penghayatan dan melipatkan segenap rasa welas asih dari dalam relung hati anda. Pada saat mengoleskan minyak, sembari pahami nilai – nilai luhurnya, estetikanya, dan tumbuhkan rasa terima kasih kepada para pendahulu, siapapun yang membuat benda penuh nilai – nilai estetik dan nilai luhur esoteric itu. Terdapat benda yang memiliki getaran energi, rasakan energinya, dan sambunglah antara energi pusaka dengan energi anda,  penyatuan dan penyelarasan antara energi mikrokosmos dengan energi makrokosmos. Untuk benda – benda pusaka terutama produk lokal atau asli nusantara hindari menggunkan semacam minyak jebat, japaron, hajar aswad, karena password dan getaran energinya berbeda sehingga tidak nyambung. Jangan pula menggunakan minyak pusaka palsu karena kandungannya justru menyebabkan timbulnya karat. Selain itu bahan minyak merupakan inti sari unsur alam yang memilki getaran energi bersifat khas sesuai asal dan tempat dimana bahan – bahannya hasil bumi itu tumbuh dan berbuah. Misalnya keris Jawa di minyaki dengan minyak zaitun khas tumbuhan gurun, atau minyak kayu oax khas benua Amerika tentu getarannya tidak sinkron. Seumpama bagi seseorang yang gemar mengenakan pakaian adat Afghanistan tetapi menyemprotkan parfum bikinan Versace  atau Estee Lauders ke tubuh anda, terasa testenya lebih mengena jika digunakan oleh pria atau perempuan modern bergaya up to date.
Setelah selesai langkah keempat jangan lupa membersihkan warangka atau sarung pusaka. Permukaan luar dan dalam cukup dibersihkan dan tidak perlu diolesi minyak. Selanjutnya minyak yang sudah merata di permukaan benda pusaka tidak usah di lap, kemudian pusaka di masukkan lagi ke dalam sarung atau warangka yang sudah anda bersihkan. Untuk pusaka yang tidak ada sarungnya cukup dibalut dengan kain mori. Sebelum menyarungkan atau membalut pusaka yang telah selesai di jamasi, lakukan penghormatan sekali lagi dengan cara pusaka di angkat atau di genggam kemudian genggaman tangan anda di tempelkan tepat di jidat atau di atas hidung anda, baru kemudian di sarungkan atau di balutkan mori.
b.)    TRADISI ANCAKAN
            Sebelum prosesi penjamasan ada tradisi yang digelar di malam sebelumnya yaitu tradisi ancakan. Tradisi ancakan merupakan wasiat dari Sunan Kalijogo yang wajib dilaksanakan setiap tahunnya. Tradisi Ancakan dilakukan oleh ribuan warga dari berbagai daerah dan berebut nasi “ancakan” yang disediakan keturunan Sunan Kalijogo, di halaman pendopo pangeran Wijil V Kadilangu, Demak, Jawa Tengah. Pada malam hari disediakan nasi ancakan yaitu nasi yang telah dibungkus daun jati dan diletakkan di atas ancak bambu atau anyaman bambu yang sering disebut tampah. Nasi ancakan yang berisi gudangan kuah sayur serta irisan daging yang disediakan khusus untuk para warga pada saat malam Idul Adha. Nasi yang dipercaya mengandung berkah bagi masyarakat itu merupakan serangkaian ritual menjelang penjamasan pusaka Sunan Kalijogo yang berlangsung setelah shalat Idul Adha. (Prayitno Prawiro Kusumo, 83 Tahun)
            Malam itu ribuan warga tumpah ruah menantikan datangnya nasi ancakan yang telah dimasak sendiri oleh keturunan Sunan Kalijogo (Kadilangu). Mereka sudah tak sabar untuk segera menyantap nasi ancakan untuk ngalap barokah. Ratusan bungkus nasi ancakan telah diumpulkan di halaman pendopo pangeran Wijil V, Kadilangu. Masyarakat menyaksikan itu langsung dan berupaya mendekati lokasi. Sejumlah personil TNI dan Kepolisian dikerahkan agar tidak terjadi kegaduhan.
            Selanjutnya sesepuh Kadilangu membacakan tahlil dan mohon doa dengan di amini oleh paara pengunjung. Dalam hitungan detik setelah doa selesai dipanjatkan, ribuan warga yang hadir tanpa basa – basi menyerbu ratusan nasi ancakan. Orang tua maupun anak muda saling berebut untuk mendapatkan nasi ancakan. Lima menit setelah itu, kurang lebih 500 nasi atau ancakan telah ludes diserbu masyarakat. Mereka yang telah berhasil mendapatkan nasi ancakan lantas berbagi kepada sanak keluarga.

Tadisi ancakan dilaksanakan setiap satu tahun sekali, masyarakat selalu datang berebut mendapatkan nasi ancakan tersebut. Harapannya agar selalu dalam lindungan dan memperoleh berkah.   Tradisi ini turun temurun sejak ratusan tahun yang lalu. Nasi ancakan adalah suguhan keluarga Sunan kalijogo kepada masyarakat yang ingin bermalam menantikan penjamasan pusaka Sunan Kalijogo keesokan harinya. (Achmad Chodjim, 2013: 379)
c.)    TRADISI TEBAH
Menjelang bulan puasa, di komplek makam Kadilangu diadakan tradisi Tebah. Tradisi Tebah merupakan tradisi turun temurun. Dimana para ahli waris maupun pengurus makam lainnya melakukan bersih-bersih dikomplek makam. Diawali dengan suara kenthongan bunyi alat tradisional itu menjadi penanda akan dimulainya tradisi Tebah. Tradisi ini diawali dengan pisownan dalam dicungkup ageng makam Sunan Kalijogo yang dilakukan oleh orang-orang tertentu. Setelah itu barulah dilanjutkan mebersihkan area diluar cungkup ageng. Menurut juru kunci “tidak semua orang bisa masuk dan membersihkan didalam cungkup ageng. Hanya orang-orang yang sudah dipilih saja bisa masuk kedalamnya”( suara merdeka.com )
d.)    TRADISI BUKA LUWUR
Selain tradisi ancakan ada tradisi yang dilakukan sebelum penjamasan tepatnya dua minggu sebelum prosesi penjamasan berlangsung. Adalah Buka Luwur yaitu mengganti kelambu di dalam makam dan kain penutup makam, dimana kelambu yang digunakan harus dari kain mori dan dilarang menggunakan jenis kain lainnya. Namun untuk pergantian kelambu tidak harus dilakukan oleh keturunannya saja, masyarakat dan orang umum diperbolehkan untuk ikut mengganti luwur. ( Prayitno Prawiro Kusumo, 83 Tahun )
e.)    TRADISI MEGENGAN
Menurut narasumber atau juru kunci Megengan adalah beduk pertama. Tradisi penabuhan bedug di Masjid Makam Kadilangu pada saat malam perayaan Idul Fitri atau takbiran karena masyarakat menyambut dengan suka cita. “Kebahagiaan tidak lepas karena hari raya ciri khasnya dengan pakaian baru, bersih-bersih serta makan makanan yang enak-enak”. Jelas narasumber. (Prayitno Prawiro Kusumo, 83 Tahun)
















KESIMPULAN
Sunan Kalijogo merupakan salah satu waliyullah yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa khususnya di Kadilangu, Demak dan sekitarnya. Beliau menggunakan beberapa metode yang unik untuk memikat masyarakat untuk memeluk agama Islam dan tanpa menggunakan paksaan. Beliau juga membuat karya – karya yang sampai sekarang masih disimpan dan dilestarikan. Sunan Kalijogo meninggalkan beberapa peninggalan yang masih kita rasakan sampai sekarang, di antaranya adalah makam, sumur abadi, air gentong barokah, serta peninggalan yang lainnya.
Sunan Kalijogo lahir di Tuban pada tahun 1455 M. Putra dari Bupati Tuban yaitu, Tumenggung Wilotekto dan Dewi Sukati. Beliau memiliki adik yang bernama Dewi Roso Wulan, dan juga memiliki dua abdi yaitu, Kyai Dirk dan Nyai Dirk. Beliau juga mempunyai dua istri dan enam anak. Kemudian beliau wafat pada tahun 1586  M pada saat usianya 131 tahun.
Sebelum wafat beliau berwasiat kepada keturunannya agar tetap melestarikan tradisi penjamasan atau pencucian pusaka yang dilakukan setiap tahun dan diletakkan di atas makamnya. Sebelum prosesi penjamasan pada malam harinya diadakan selametan atau ancakan yang diikuti oleh seluruh masyarakat Kadilangu dan sekitarnya.











LAMPIRAN
























DAFTAR PUSAKA
Achmad chodjim. 2013. sunan kalijaga. yogyakarta: serambi
suara merdeka.com
Prayitno Prawiro Kusumo, 83 tahun
DAKWAH AKULTURASI DARI SANG PEMIMPIN WALISONGO
IDENTITAS PENULIS :
1.      KETUA                       : M. TAUFIKURRAHMAN SALEH                                                              (1810710105)
2.      SEKERTARIS             : IKA KHAIRUN NISYAK                                                                             (1810710099)
3.      MODERATOR            : AULYA ZAHARA                                                                                        (1810710113)
4.      ANGGOTA                 : M. SYAFI’UL UMAM                                                                                  (1810710096)
INSTITUSI ASAL :
                        INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
                                    aulyaz32@gmail.com
                                    Ikakhairun123@gmail.com
                                    afitheyoung@gmail.com
ABSTRAK
Sunan Kalijogo adalah seorang wali yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, beliau merupakan seorang tokoh walisongo yang sangat lekat dengan muslim di pulau Jawa. Karena  Beliau menggunakan cara berdakwah dengan menggabungkan pengaruh Islam kedalam tradisi Jawa yaitu, yang mudah diterima oleh masyarakat Jawa yang masih kental dengan kepercayaan agama lama. Beliau menggunakan media wayang kulit untuk mengislamkan banyak orang di pulau Jawa.
            Selain wayang kulit banyak peninggalan dari Sunan Kalijogo yang begitu unik. Misalnya Masjid Agung Demak, Gentong Barokah yang berada di samping makam, Sumur Abadi yang berada di masjid makam Sunan Kalijogo, macam-macam pusaka yang jumlahnya ada tiga, dan tradisi-tradisi peninggalannya yang sangat terkenal yang masih di lestarikan oleh masyarakat Demak. Salah satu tradisinya yang terkenal adalah penjamasan dan sebelum penjamasan terdapat tradisi ancakan. Dan penjamasan dilakukan oleh 7 orang dari keturunan Sunan Kalijogo. Sedangkan tradisi ancakan di lakukan oleh semua masyarakat Kadilangu dan sekitarnya. Selain itu terdapat tradisi lainnya yang cukup terkenal dan menjadi ciri khas seperti, tradisi tebah, buka luwur, dan megengan.

ABSTRACT
 Sunan Kalijogo is a guardian who spread Islam in Java, he is a figure of Walisongo who is very attached to Muslims on the island of Java. Because he uses the method of preaching by combining the influence of Islam into the Javanese tradition, which is easily accepted by the Javanese people who are still thick with old religious beliefs. He used the wayang kulit media to Islamize many people on the island of Java.
Besides the shadow puppets, there are many relics from Sunan Kalijaga that are so unique. For example, the Great Mosque of Demak, a well-lit barrel located next to the tomb, the eternal well is in the sunan kalijaga tomb mosque, there are three kinds of heirlooms and very well-known heritage traditions which are still preserved by the Demak community. One of his famous traditions is guaranteeing which is followed by the tradition of threat. And the packaging is carried out by 7 people from the Sunan Kalijaga lineage. While the threat tradition is carried out by all the people of Kadilangu and its surroundings. In addition to the tradition there are other traditions that are quite well-known and become distinctive feature such as the tradition of tebah, luwur opens, and megengan.
Keywords : sunan kalijogo, islam, jawa, penjamasan, tradisi
A.    PENDAHULUAN
1.      LATAR BELAKANG
            Wali adalah sekelompok manusia pilihan Allah SWT, yang diberi perintah untuk membawa umat manusia ke jalan yang benar dan diridhoi oleh Allah SWT. Adapun disebut walisongo, karena wali yang terkenal dalam penyebaran agama islam terutama ditanah Jawa yang berjumlah sembilan orang. Oleh sebab itu, kami menyusun makalah ini dengan maksud agar kami mendapat gambaran tentangnya dan waliyullah di Jawa. Baik silsilahnya, cara menyebarkan agama Islam ditanah Jawa dan Indonesia khususnya di kabupaten Demak pada umumnya.
            Di kabupaten Demak kecamatan Kadilangu terdapat seorang walisongo yaitu Sunan Kalijogo yang bernama Raden Syahid  putra dari Tumenggung Wilatekto , bupati Tuban. Beliau lahir di Tuban pada tahun 1455 M. Beliau menikah dengan Dewi Maisyaroh dan Dewi Arofah Ratna Dumilah. Sunan Kalijogo adalah seorang wali  yang berjiwa besar, seorang pemimpin, mubalik, pujangga dan filosofi. Sunan Kalijogo juga seorang wali yang kritis, banyak toleransi dalam pergaulannya dan berpandangan jauh serta berperasaan halus. Semasa hidupnya, Sunan Kalijogo terhitung seorang wali yang ternama serta disegani. Beliau terkenal seorang pujangga yang berinisiatif mengarang cerita – cerita wayang yang disesuaikan ajaran islam. Dalam cerita – cerita wayang itu dimasukkan sebanyak mungkin unsur – unsur keislaman, hal ini dilakukan karena pertimbangan bahwa masyarakat di Jawa pada waktu itu masih tebal kepercayaannya terhadap Hinduisme dan Budhisme. Di antaranya masih suka kepada pertunjukkan wayang, gamelan, dan beberapa cabang kesenian lainnya. Sebab – sebab inilah yang mendorong Sunan Kalijogo sebagai salah seorang mubaligh untuk memeras otak, mengatur siasat yaitu menempuh jalan mengawinkan adat istiadat lama dengan ajaran – ajaran islam asimilasi kebudayaan.
            Namun seiring dengan berkembangnya zaman dan masuknya budaya barat, masyarakat hanya sedikit yang mengetahui tentang penyebaran agama yang berbeda dengan sunan – sunan lainnya di pulau Jawa.

2.      RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana silsilah dari Sunan Kalijogo?
2.      Bagaimana masuknya Sunan Kalijogo menjadi Walisongo?
3.      Metode apa yang dilakukan oleh Sunan Kalijogo?
4.      Apa saja karya dan peninggalan dari Sunan Kalijogo?
5.      Apa saja tradisi dari Sunan Kalijogo?

3.      METODE PENELITIAN
1.      Wawancara
2.      Buku
3.      internet








B.     PEMBAHASAN
1.      Biografi / Silsilah
Sunan Kalijogo adalah seorang walisongo yang lahir di Tuban pada tahun 1455 M. Pada tahun 1532 M beliau berdomisili di Demak (Kadilangu). Kemudian pada tahun 1534 M beliau mendirikan langgar dengan santri – santrinya. Dan beliau wafat pada tahun 1586 M. Masa kehidupan beliau mencapai lebih dari 100 tahun, yaitu mencapai 131 tahun. Dengan demikian beliau mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478),  kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon, dan Banten, bahkan juga kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati.
Beliau ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang masjid adalah kreasi dari Sunan Kalijogo. (Prayitno Prawiro Kusumo, 83 Tahun)
Nama lain Sunan Kalijogo antara lain Raden Syahid, Pangeran Tuban, dan Lukojoyo. Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijogo berasal dari desa Kalijogo di Cirebon. Pernyataan ini masih menjadi misteri dan bahan silang pendapat di antara para pakar sejarah hingga hari ini. Masyarkat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijogo di Cirebon. Sunan Kalijogo memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Ini dihubungkan dengan orang Cirebon untuk menggelari seseorang dengan daerah asalnya, seperti gelar Sunan Gunung Jati untuk Syekh Syarif Hidayatullah karena beliau tinggal di kaki Gunung Jati. Fakta menunjukkan bahwa ternyata tidak ada ‘kali’ di sekitar dusun Kalijogo sebagai ciri khas dari dusun itu. Padahal tempat – tempat di Jawa umumnya dinamai dengan sesuatu yang menjadi ciri khas tempat itu. Misalnya nama Cirebon yang disebabkan banyaknya rebon (udang) atau nama Pekalongan karena banyaknya hewan kalong (kelelawar). Logikanya nama ‘dusun Kalijogo itu justru muncul setelah Sunan Kalijogo sendiri tinggal di dusun itu. Karena itu, klaim masyarakat Cirebon ini kurang dapat diterima. Pada saat Sunan Kalijogo berdiam di sana, beliau sering berendam di sungai (kali) atau jaga kali. (Achmad Chodjim, 2013: 371)
Sunan Kalijogo adalah putra kandung bupati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatekto dan Dewi Sukati, putri dari Browijoyo Majapahit V. sehingga data sejarah tersebut dapat disusun sebagai silsilah genealogis, sebagai berikut:(Prayitno Prawiro Kusumo, 83 Tahun)

PETA SILSILAH RADEN SYAHID (SUNAN KALIJOGO)

Nabi Muhammad SAW.


Sayyidah Fatimah Az-Zahra


 


    Al-Husain

                                                Ali Zainal Abidin

Muhammad Al-Baqi

Ja’far Shodiq

Ali al-Uraidhi

    Muhammad

                                                           Isa

Ahmad al-Muhajir

Ubaidillah

Alwi

Muhammad

Alwi

Ali KhalI’ Qasam

Muhammad Shahib Marbath

Alwi Ammil Faqih

Abdul Malik Azmatkhan

Abdullah

Ahmad Jalaluddin

Ali Nurudddin
 

Maulana Mansyur

Tumenggung Wilotekto

Sunan Kalijogo
Sunan Kalijogo mempunyai 2 istri, yang pertama Dewi Maisyaroh dan mempunyai putra bernama Raden Umar Said (Sunan Muria). Istri yang kedua adalah Dewi Arofah Retnodumilah dari Cirebon dan memiliki lima putra, yaitu Panembahan Hadi, Pembayun, Dewi Panenggak , Panembahan Abdul Rahman, dan Nyai Ageng Ngerang. (Prayitno Prawiro Kusumo, 83 Tahun)

2.      PROSES MASUKNYA SUNAN KALIJOGO  MENJADI WALISONGO
 Menurut info dari narasumber atau juru kunci, sebelum menjadi seorang Walisongo Raden Syahid adalah seorang perampok yang selalu mengambil hasil bumi digudang penyimpanan hasil bumi dikerajaannya, merampok orang-orang yang kaya. Hasil curiannya, dan rampokannya itu akan ia bagikan kepada orang-orang yang miskin. Suatu hari, saat Raden Syahid berada dihutan, ia melihat seorang kakek tua yang bertongkat. Orang itu adalah Sunan Bonang. Karena tongkat itu dilihat seperti tongkat emas, ia merampas tongkat itu. Katanya, hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang yang miskin. Tetapi sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu. Ia menasehati Raden Syahid bahwa Allah SWT tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu, Sunan Bonang menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Syahid ingin mendapatkan harta tanpa berusaha, maka ambilah buah aren yang ditunjukan oleh Sunan Bonang. Karena itu, Raden Syahid ingin menjadi murid Sunan Bonang. Raden Syahid lalu menyusul Sunan Bonang ke sungai. Raden Syahid berkata ingin menjadi muridnya. Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Syahid untuk bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai. Raden Syahid todak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden Syahid lalu melaksanakan perintah tersebut. Karena itu, ia menjadi tertidur dalam waktu lama. Karena lamanya ia tertidur tanpa disadari akar dan rerumputan telah menutupi dirinya. Tiga tahun kemudian Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Syahid. Karena ia telah menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke sungai, maka Raden Syahid diganti namanya menjadi Sunan Kalijogo. (Achmad Chodjim, 2013:375)
Kedudukannya sebagai seorang wali menurut babad majapahit dan para wali beliau dianggap sebagai ketua oleh para wali di Jawa pada masa itu. Dengan demikian, dengan penetapan sebagai wali itu sesuai dengan ramalan semula semenjak Sunan Bonang diutus oleh ayahnya yaitu Sunan Ampel Denta untuk mencari dan mempertobatkan Sunan Kalijogo sebagai upaya mempercepat proses kearah kedudukannya sebagai wali.
Sebagaimana pengertian waliyullah adalah “kekasih allah”. Oleh karena itu, sebagaimana lazimnya para wali, Sunan Kalijogo memiliki karomah pemberian dari Allah berupa keunggulan lahir dan batin yang tidak bisa dimiliki oleh sembarang orang. Disamping itu sebagai tanda kewalian, ia bergelar “sunan” sebagaimana wali-wali yang lain. Menurut salah satu penafsiran, kata “sunnat” yang berarti tingkah laku, adat kebiasaan. Adapun tingkah laku yang dimaksud adalah yang serba baik, sopan santun, berbudi luhur, hidup yang serba kebajikan menurut tuntunan agama islam. Oleh karena itu, seorang sunan akan senantiasa menampilkan perilaku yang serba berkebajiakan sesuai dengan tugas mereka yaitu berdakwah, beramar ma’ruf nahi munkar, memerintah atau mengajak kearah kebaikan dan melarang perbuatan munkar.
            Peran Sunan Kalijogo dalam berdakwah tampak dalam berbagai kegiatan, baik kegiatan agama secara langsung ataupun dalam pemerintahan serta kegiatan seni dan budaya pada umumnya, diantara kasus kegiatan yang berkenaan dengan keagamaan, sebagaimana banyak disebut dalam naskah babad, adalah kegiatan Sunan  Kalijogo bersama wali-wali yang lain dalam mendirikan Masjid Agung Demak. Sudah jelas bahwa fungsi masjid disamping menjadi sarana peribadatan juga dipakai sebagai pusat kegiatan dakwah ketika itu, sehingga perlu adanya sebuah masjid pada waktu itu. (https://www.google.com )



3.      METODE PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI KADILANGU
            Pada awalnya Sunan Kalijogo tidak memaksa masyarakat di sekitar Kadilangu untuk memeluk agama islam.  Dalam peranannya menyebarkan dakwah di Jawa, Sunan Kalijogo dikenal sebagai seorang seniman, budayawan, filsuf, dan waliyullah. Dalam menyebarkan dakwah beliau sangat luwes dalam memasukkan nilai – nilai islam ke dalam budaya Jawa. Kemudian beliau menggunakan metode dengan tidak menggunkan kekerasan, namun beliau menggunakan cara yang amat lunak untuk mengambil hati masyarakat Jawa pada saat itu. Beliau berdakwah tidak hanya sebatas di atas mimbar, namun beliau juga berdakwah melalui tradisi, kesenian maupun budaya. Yang melalui kesenian  yaitu dengan menggunakan wayang kulit, meskipun tradisi wayang pada mulannya bukan berasal dari islam, namun Sunan Kalijogo memodifikasinya dengan cerita berbau islam seperti gending – gending Jawa Sunan Kalijogo menggunakan taktik yaitu beliau membuat acara pertunjukan wayang, karena ketertarikan orang jawa akan tradisi wayang maka secara otomatis akan banyak orang yang dating ke pertunjukan wayang tersebut dan Sunan Kalijogo berencana untuk menjadikan syahadat sebagai tiket untuk menonton pertunjukan wayang tersebut dan akhirnya ada banyak orang jawa yang masuk islam berkat pertujnukan wayang kulit.
 Selain itu lagu – lagu  Jawa (tembang dolanan) seperti lir – ilir yang masih kita kenal sampai sekarang. Selain menciptakan lagu lir – ilir, Sunan Kalijogo merupakan pencipta pertama bedug yang digunakan untuk memanggil umat muslim untuk segera melaksanakan sholat. Beliau juga orang pertama kali yang mengadakan Grebek Maulid di Demak dalam menyambut kelahiran Rasulullah SAW. (Prayitno Prawiro Kusumo, 83 Tahun)

LIRIK LAGU (TEMBANG DOLANAN) LIR – ILIR
Lir ilir, lir ilir
Tandure wis sumilir
Tak ijo royo – royo
Tak sembodo manten anyar
Cah angon, cah angon
Penekno blimbing kuwi
Lunyu – lunyu yo penekno kanggo basuh dodotiro
Dodotiro 2x kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung padang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Yo surako
Surakio
Makna lagu dari lir – ilir
Adalah sebagai umat islam kita harus sadar, kemdian bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat   malas, dan lebih mempertebal keimanan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Diri kita digambarkan dengan tanaman yang hijau dan mulai bersemi pada awalnya, tergantung kita mau bermalas – malasan dan membiarkan iman kita mati atau bangun dan berusaha untuk membunuh tanaman (iman) hingga besar dan mendapatkan kebahagiaan di musim panen seperti kebahgiaan sepasang pengantin baru.

Kemudian disebut juga Cah Angon (anak gembala), maksutnya adalah seseorang yang mampu menjadi iman, seorang yang bisa “mengembalakan” makmumnya ke jalan yang telah ditetapkan Allah, yang di gembalakan di sini adalah hati, bagaimana kita bisa menjaga hati kita agar tidak terbawa hawa nafsu, kemudian si anak gembala diminta untuk memanjat pohon belimbing dan buahnya mempunyai lima sisi  berbentuk bintang yang merupakan gambaran dari rukun islam.
Si anak gembala harus memanjat pohon belimbing meski sulit dan licin, jadi sekuat hati kita harus melaksanakan rukun islam tersebut meski sulit dan berat. Si anak gembala memanjat pohon belimbing juga untuk mencuci pakaiannya (iman). Untuk itu iman kita harus terus bersih dan diperbaiki. Kita juga diharapkan melakukan hal – hal diatas ketika masih sehat (dilambangkan dengan terangnya bulan). ( https://www.google.com )
4.      KARYA DAN PENINGGALAN DARI  SUNAN KALIJOGO
Membuat saka tatal di Masjid Agung Demak yang jumlahnya ada empat. soko yang pertama dibuat oleh Sunan Ampel (Surabaya, Jawa Timur).  Soko yang kedua dibuat oleh Sunan Gunung Jati (Cirebon, Jawa Barat). soko yang ketiga dibuat oleh Sunan Bonang (Tuban, Jawa Timur), dan soko yang terakhir dibuat oleh Sunan Kalijogo (kadilangu, Demak, Jawa Tengah).
1.      Makam Sunan Kalijogo
Makam ini terletak di Kadilangu, Demak.
2.      Masjid Agung Demak
Masjid ini terletak di belakang alun – alun kota Demak. Di dalam masjid terdapat 4  buah saka yang masing-masing dibangu oleh sunan yang berbeda-beda
1.      Oleh Sunan Ampel dari Surabaya
2.      Oleh Sunan Gunung Jati dari Cirebon
3.      Oleh Sunan Bonang dari Tuban
4.      Oleh Sunan Kalijogo dari Demak
3.      Sumur Abadi
Sumur tersebut dulunya adalah bekas padasan (tempat wudhu). Sumur tersebut dibuat oleh anak cucunya pada tahun 420 M. lokasinya berada disekitar Masjid dekat makam Sunan Kalijogo.
4.      Air Gentong Barokah (Toyo Barokah)
Air tersebut berasal dari sumur abadi yang letaknya berada di dekat makam Sunan Kalijogo. Dan setelah ziarah biasanya peziarah meminum air dari gentong barokah tersebut agar mendapat barokah.
5.      Pusaka  
jumlah pusakanya ada 3, yaitu Baju Kyai Kotang Ontokusumo, Keris Kyai Crubok, dan yang terakhir Keris Kyai Sirian. Ketiga pusaka tersebut sekarang terletak di atas makam Sunan Kalijogo.
6.      Sawah
Sawah tersebut berada di sekitar daerah Kadilangu.
7.      Museum
Museum ini terletak di samping Masjid Agung Demak. Di museum tersebut terdapat beberapa peninggalan dari Sunan Kalijogo.
8.      Anak cucunya
Anak cucunya sampai saat ini berjumlah 18 orang. Dan semuanya masih tetap melestarikan budaya peninggalan dari sunan kalijogo. (Prayitno Prawiro Kusumo, 83 Tahun)
5.      TRADISI PENINGGALAN SUNAN KALIJAGA
a.)    TRADISI PENJAMASAN
 Salah satu tradisi peninggalan Sunan Kalijogo yang paling terkenal adalah penjamasan merupakan tradisi pencucian pusaka  milik Sunan Kalijogo yang dilakukan pada tanggal 10 dzulhijjah atau bertepatan dengan perayaan Idul Adha. Istilah penjamasan berasal dari kata jamas yang berarti membasuh atau mencuci. Sedangkan pusaka dapat didefinisikan  dengan “benda-benda magis atau sakral yang berupa pusaka, harta peninggalan, petilasan, makam, leluhur. Dalam penjamasan Sunan Kalijogo kata pusaka mengacu pada tiga pusaka peninggalan Sunan Kalijogo, yaitu:
1.      Baju Kyai Kotang Ontokusumo
2.      Keris Kyai Crubok
3.      Keris kyai Sirian 
(Prayitno Prawiro Kusumo, 83 Tahun)

Penjamasan pusaka itu sendiri merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh keturunannya yang berjumlah 7 orang laki-laki dan dipimpin oleh seorang panembahan  untuk mencuci tiga pusaka peninggalan Sunan Kalijogo. Menurut cerita dari narasumber atau juru kunci Sunan Kalijogo , penjamasan pusaka ini didasarkan pada wasiat Sunan Kalijogo yang sesaat sebelum meninggal berpesan agemanku, besok yen aku wes dikeparengake sowan ingkang kuwaos, selehno neng duwor peturonku. Kejobo kui sak wise aku kukut, agemanku jamasono artinya setelah saya dipanggil tuhan yang maha kuasa, letakkan “ageman” ku diatas tempat tidurku. Selain itu basuhlah “ageman” ku. Meskipun Sunan Kalijogo tidak secara tegas menyebut apa yang dimaksud dengan “ageman” dalam wasiatnya, anak cucunya menafsirkan kata tersebut dengan ketiga pusaka peninggalan Sunan Kalijogo.   ( https://www.google.com )
 Sepeninggal Sunan Kalijogo, ketiga benda pusaka tersebut disimpan oleh keturunan dan dijamah setiap tahun. Menurut narasumber, prosesi diselenggarakan setiap tahun oleh keturunan Sunan Kalijogo.
Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum proses penjamasan diantaranya:
1.      Minyak kelapa (klenthek)
2.      Minyak cendana
3.      Minyak melati
4.      Minyak kenanga
5.      Bunga setaman, terdiri dari 5 macam bunga antara lain: bunga mawar merah, mawar putih, kantil, kenanga, melati
6.      Blimbing wuluh atau jeruk nipis
7.      Kain mori
8.      Dupo atau kemenyan
9.      Tikar dan sikat gigi yang  baru
10.  Nampan
(Prayitno Prawiro Kusumo, 83 Tahun)
Persiapan pertama :
Gelarlah tikar dilantai. Siapkan segala macam ugorampe yang diperlukan : minyak wangi, sikat gigi dan lain-lain. Kemudian bunga setaman ditaruh didalam nampan yang sudah diisi air secukupnya. Letakkan nampan yang telah berisi kembang setaman tersebut diatas tikar. Gelarlah kain mori disebelahnya, nanti digunakan untuk meletakkan pusaka sehabis dicuci dengan air kembang setaman. Nyalakan dupo atau kemenyan, cukup pilih salah satu saja. Karena bau kemenyan sangat menyengat jika dirasa akan mengganggu lingkungan sekitar anda tidak perlu dibakarnya, cukup masukan saja bersama kembang setaman didalam baki atau nampan berisi air. Dengan begitu anda cukup membakar dupa saja. Selanjutnya letakkan pusaka diatas kain mori yang sudah digelar.
 Langkah berikutnya :
Pertama menggunakan pakaian yang menyerupai Sunan Kalijogo seperti pakaian adat Jawa beserta blangkon dengan warna serba hitam. Kemudian jaga sikap sopan dan santun. Tak boleh slengekan atau sambil bercanda.  Libatkan perasaan batin. Untuk mencapainya, lakukan dengan ketulusan, dan dengan pemahaman yang tepat akan arti dan tujuan penjamasan benda-benda pusaka. Untuk mendukung pelibatan perasaan batin ini, pertama-tama lakukan dahulu penyelarasan antara kesadaran batin anda dengan nilai benda pusaka. Caranya, lakukan penghormatan, seperti prajurit menghormati pada komandan. Atau anak menghormati kepada orang tua. Dalam hal ini anda dapat melakukan sungkem atau “nyembah” yakni kedua telapak tangan menyatu, kemudian ditempelkan ke dada. Saat melakukan sungkem letakkan benda pusaka dihadapan anda. Cara lain sembah sungkem, benda pusaka anda dipegang tangan kanan kemudian letakkan di jidad tepatnya diatas pangkal hidung anda. Semakin anda menghormati dan menghargai pusaka atau si pembuat pusaka atau para pendahulu yang mewariskan pusaka, sembah sungkem sebaiknya diposisikan lebih tinggi lagi misalnya dibawah dagu, atau didepan mulut hingga diatas pangkal hidung anda. ”nyembah”  jangan diartikan sama dengan menyembah Tuhan, dalam kamus Jawa menyembah berarti menghormati atau memberi sikap penghormatan, selayaknya prajurit menempelkan ujung tangannya di kening untuk nyembah komandannya. Penting untuk diketahui apabila anda mengetahui apa nama benda pusaka yanga akan dijamasi, sebutkan namanya. Nama diucapkan pada saat anda melakukan sembah sungkem. Adapun ucapannya kurang lebih sebagai berikut :
punten dalem sewu…………(sebut namanya) kepareng kulo badhe jamasi pusoko. Suci laher kelawan suci batin, manunggal jagat alit kelawan jagat ageng, saking kersaning gusti
Jika tidak tahu namanya, titik-titik diatas tidak perlu diisi nama. Cukup melakukan “sembah sungkem “ kemudian pusaka dikeluarkan dari sarung secara perlahan dan hati-hati.
Setelah sembah sungkem dilakukan, khususnya untuk pusaka yang ada disarungnya, cabutlah pusaka dari dalam sarungnya pelan-pelan supaya tidak ada kerusakan sedikitpun. Cara mencabut bisa diposisikan horizontal dihadapan dada anda, atau diatas pangkuana anda dengan cara ditarik kesamping kiri dan kanan. Atau bisa juga diposisikan vertikal dihadapan wajah anda. Kemudian tangkai dicabut perlahan ke arah hingga keluar semua. Selanjutnya masukkan “curigo” atau benda pusaka ke dalam nampan yang sudah berisi kembang setaman. Basahi dengan air dan kembang ke seluruh permukaan benda pusaka.  Bersihkan kotoran, debu yang melekat, dan sebagainya dengan tangan anda perlahan dan hati – hati agar tidak terluka. Atau bisa menggunakan sikat gigi yang masih baru untuk menyikat permukaan benda pusaka. Jangan sekali – sekali menggunakan alat yang berupa kikir besi, rempelas, untuk menghilangkan karat karena akan merusak bahkan merubah bentuk aslinya. Untuk membersihkan karat cukup menggunakan belimbing wuluh atau jeruk nipis. Caranya belahlah jeruk nipis atau belimbing wuluh, gunakanlah untuk menggosok permukaan benda pusaka. Fungsi keduanya adalah air perasan jeruk nipis atau belimbing wuluh mudah melarutkan karat. Jika dirasa sudah bersih dari kotoran dan karat, bilas atau cuci kembali dengan air bunga setaman. Setelah itu keringkan dengan menggunakan lap kain mori. Fungsi dari belimbing wuluh atau jeruk nipis sebagai pengganti warangan. Apabila anda ingin menggunakan warangan hendaknya jangan kontak langsung dengan jari tangan karena warangan merupakan sejenis racun arsenic yang berbahaya jika tertelan.
            Setelah cukup kering, pelan – pelan mulai oleskan minyak wangi yang telah anda siapkan ke seluruh permukaan benda pusaka. Tidak perlu menggunakan kain atau kapas. Cukup menggunakan jemari tangan anda, hanya saja berhati – hati agar jari tangan tidak  tergores oleh permukaan benda pusaka. Oleskan minyak dengan penuh penghayatan dan melipatkan segenap rasa welas asih dari dalam relung hati anda. Pada saat mengoleskan minyak, sembari pahami nilai – nilai luhurnya, estetikanya, dan tumbuhkan rasa terima kasih kepada para pendahulu, siapapun yang membuat benda penuh nilai – nilai estetik dan nilai luhur esoteric itu. Terdapat benda yang memiliki getaran energi, rasakan energinya, dan sambunglah antara energi pusaka dengan energi anda,  penyatuan dan penyelarasan antara energi mikrokosmos dengan energi makrokosmos. Untuk benda – benda pusaka terutama produk lokal atau asli nusantara hindari menggunkan semacam minyak jebat, japaron, hajar aswad, karena password dan getaran energinya berbeda sehingga tidak nyambung. Jangan pula menggunakan minyak pusaka palsu karena kandungannya justru menyebabkan timbulnya karat. Selain itu bahan minyak merupakan inti sari unsur alam yang memilki getaran energi bersifat khas sesuai asal dan tempat dimana bahan – bahannya hasil bumi itu tumbuh dan berbuah. Misalnya keris Jawa di minyaki dengan minyak zaitun khas tumbuhan gurun, atau minyak kayu oax khas benua Amerika tentu getarannya tidak sinkron. Seumpama bagi seseorang yang gemar mengenakan pakaian adat Afghanistan tetapi menyemprotkan parfum bikinan Versace  atau Estee Lauders ke tubuh anda, terasa testenya lebih mengena jika digunakan oleh pria atau perempuan modern bergaya up to date.
Setelah selesai langkah keempat jangan lupa membersihkan warangka atau sarung pusaka. Permukaan luar dan dalam cukup dibersihkan dan tidak perlu diolesi minyak. Selanjutnya minyak yang sudah merata di permukaan benda pusaka tidak usah di lap, kemudian pusaka di masukkan lagi ke dalam sarung atau warangka yang sudah anda bersihkan. Untuk pusaka yang tidak ada sarungnya cukup dibalut dengan kain mori. Sebelum menyarungkan atau membalut pusaka yang telah selesai di jamasi, lakukan penghormatan sekali lagi dengan cara pusaka di angkat atau di genggam kemudian genggaman tangan anda di tempelkan tepat di jidat atau di atas hidung anda, baru kemudian di sarungkan atau di balutkan mori.
b.)    TRADISI ANCAKAN
            Sebelum prosesi penjamasan ada tradisi yang digelar di malam sebelumnya yaitu tradisi ancakan. Tradisi ancakan merupakan wasiat dari Sunan Kalijogo yang wajib dilaksanakan setiap tahunnya. Tradisi Ancakan dilakukan oleh ribuan warga dari berbagai daerah dan berebut nasi “ancakan” yang disediakan keturunan Sunan Kalijogo, di halaman pendopo pangeran Wijil V Kadilangu, Demak, Jawa Tengah. Pada malam hari disediakan nasi ancakan yaitu nasi yang telah dibungkus daun jati dan diletakkan di atas ancak bambu atau anyaman bambu yang sering disebut tampah. Nasi ancakan yang berisi gudangan kuah sayur serta irisan daging yang disediakan khusus untuk para warga pada saat malam Idul Adha. Nasi yang dipercaya mengandung berkah bagi masyarakat itu merupakan serangkaian ritual menjelang penjamasan pusaka Sunan Kalijogo yang berlangsung setelah shalat Idul Adha. (Prayitno Prawiro Kusumo, 83 Tahun)
            Malam itu ribuan warga tumpah ruah menantikan datangnya nasi ancakan yang telah dimasak sendiri oleh keturunan Sunan Kalijogo (Kadilangu). Mereka sudah tak sabar untuk segera menyantap nasi ancakan untuk ngalap barokah. Ratusan bungkus nasi ancakan telah diumpulkan di halaman pendopo pangeran Wijil V, Kadilangu. Masyarakat menyaksikan itu langsung dan berupaya mendekati lokasi. Sejumlah personil TNI dan Kepolisian dikerahkan agar tidak terjadi kegaduhan.
            Selanjutnya sesepuh Kadilangu membacakan tahlil dan mohon doa dengan di amini oleh paara pengunjung. Dalam hitungan detik setelah doa selesai dipanjatkan, ribuan warga yang hadir tanpa basa – basi menyerbu ratusan nasi ancakan. Orang tua maupun anak muda saling berebut untuk mendapatkan nasi ancakan. Lima menit setelah itu, kurang lebih 500 nasi atau ancakan telah ludes diserbu masyarakat. Mereka yang telah berhasil mendapatkan nasi ancakan lantas berbagi kepada sanak keluarga.

Tadisi ancakan dilaksanakan setiap satu tahun sekali, masyarakat selalu datang berebut mendapatkan nasi ancakan tersebut. Harapannya agar selalu dalam lindungan dan memperoleh berkah.   Tradisi ini turun temurun sejak ratusan tahun yang lalu. Nasi ancakan adalah suguhan keluarga Sunan kalijogo kepada masyarakat yang ingin bermalam menantikan penjamasan pusaka Sunan Kalijogo keesokan harinya. (Achmad Chodjim, 2013: 379)
c.)    TRADISI TEBAH
Menjelang bulan puasa, di komplek makam Kadilangu diadakan tradisi Tebah. Tradisi Tebah merupakan tradisi turun temurun. Dimana para ahli waris maupun pengurus makam lainnya melakukan bersih-bersih dikomplek makam. Diawali dengan suara kenthongan bunyi alat tradisional itu menjadi penanda akan dimulainya tradisi Tebah. Tradisi ini diawali dengan pisownan dalam dicungkup ageng makam Sunan Kalijogo yang dilakukan oleh orang-orang tertentu. Setelah itu barulah dilanjutkan mebersihkan area diluar cungkup ageng. Menurut juru kunci “tidak semua orang bisa masuk dan membersihkan didalam cungkup ageng. Hanya orang-orang yang sudah dipilih saja bisa masuk kedalamnya”( suara merdeka.com )
d.)    TRADISI BUKA LUWUR
Selain tradisi ancakan ada tradisi yang dilakukan sebelum penjamasan tepatnya dua minggu sebelum prosesi penjamasan berlangsung. Adalah Buka Luwur yaitu mengganti kelambu di dalam makam dan kain penutup makam, dimana kelambu yang digunakan harus dari kain mori dan dilarang menggunakan jenis kain lainnya. Namun untuk pergantian kelambu tidak harus dilakukan oleh keturunannya saja, masyarakat dan orang umum diperbolehkan untuk ikut mengganti luwur. ( Prayitno Prawiro Kusumo, 83 Tahun )
e.)    TRADISI MEGENGAN
Menurut narasumber atau juru kunci Megengan adalah beduk pertama. Tradisi penabuhan bedug di Masjid Makam Kadilangu pada saat malam perayaan Idul Fitri atau takbiran karena masyarakat menyambut dengan suka cita. “Kebahagiaan tidak lepas karena hari raya ciri khasnya dengan pakaian baru, bersih-bersih serta makan makanan yang enak-enak”. Jelas narasumber. (Prayitno Prawiro Kusumo, 83 Tahun)
















KESIMPULAN
Sunan Kalijogo merupakan salah satu waliyullah yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa khususnya di Kadilangu, Demak dan sekitarnya. Beliau menggunakan beberapa metode yang unik untuk memikat masyarakat untuk memeluk agama Islam dan tanpa menggunakan paksaan. Beliau juga membuat karya – karya yang sampai sekarang masih disimpan dan dilestarikan. Sunan Kalijogo meninggalkan beberapa peninggalan yang masih kita rasakan sampai sekarang, di antaranya adalah makam, sumur abadi, air gentong barokah, serta peninggalan yang lainnya.
Sunan Kalijogo lahir di Tuban pada tahun 1455 M. Putra dari Bupati Tuban yaitu, Tumenggung Wilotekto dan Dewi Sukati. Beliau memiliki adik yang bernama Dewi Roso Wulan, dan juga memiliki dua abdi yaitu, Kyai Dirk dan Nyai Dirk. Beliau juga mempunyai dua istri dan enam anak. Kemudian beliau wafat pada tahun 1586  M pada saat usianya 131 tahun.
Sebelum wafat beliau berwasiat kepada keturunannya agar tetap melestarikan tradisi penjamasan atau pencucian pusaka yang dilakukan setiap tahun dan diletakkan di atas makamnya. Sebelum prosesi penjamasan pada malam harinya diadakan selametan atau ancakan yang diikuti oleh seluruh masyarakat Kadilangu dan sekitarnya.











LAMPIRAN
























DAFTAR PUSAKA
Achmad chodjim. 2013. sunan kalijaga. yogyakarta: serambi
suara merdeka.com
Prayitno Prawiro Kusumo, 83 tahun